Sepeninggal Kertarajasa pada tahun 1309, putranya Jayanagara dinobatkan menjadi raja dengan bergelar Sri Sundarapandyadewadhiswara nama rajabhiseka Wikramottunggadewa. Pada waktu ayahnya masih memerintah, yakni pada tahun 1296, sebagai seorang putra mahkota Jayanagera telah berkedudukan sebagai kumararaja (raja muda) di Daha.
Kertarajasa memiliki tujuh orang dharmaputera (pangalasan wineh suka = pejabat-pejabat yang diberi anugerah raja) yaitu Semi, Kuti, Pangsa, Wedeng, Yuyu, Tanca dan Banyak. Mereka tidak puas dengan penobatan Jayanagara sebagai raja Majapahit, maka mereka mengadakan komplotan untuk menggulingkan Sang Prabhu. Namun menurut adat peraturan, mereka tidak mempunyai wewenang untuk mewaris tahta kerajaan.
Sehabis penyerbuan benteng Pajarakan pada tahun 1316 yang mengakibatkan Nambi dengan segenap keluarganya dibunuh (karena ulah Mahapati), menyusullah pemberontakan Semi pada tahun 1318, yang disusul dengan pemberontakan Kuti pada tahun 1319. Semi dan Kuti adalah dua dari tujuh orang dharmaputera di kerajaan Majapahit, mereka itu juga binasa akibat fitnah Mahapati. Setelah terjadinya dua pemberontakan ini, rupa-rupanya raja baru sadar akan kekeliruannya untuk mempercayai Mahapati, maka atas perintahnya Mahapati ditangkap dan dibunuh.
Dalam peristiwa pemberontakan Kuti, muncullah seorang tokoh yang kemudian akan memegang peranan penting dalam sejarah Majapahit, yaitu Gajah Mada. Pada waktu itu ia berkedudukan sebagai seorang anggota pasukan pengawal raja (bekel bhayangkari). Berkat siasat Gajah Mada dalam peristiwa di Bedander, raja dapat diselamatkan dan Kuti dapat dibunuh. Setelah amukti palapa selama dua bulan, sebagai anugerah raja, Gajah Mada diangkat menjadi patih di Kahuripan, kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi patih di Daha.
Pada masa pemerintahanan Jayanagara hubungan dengan Cina rupa-rupanya telah pulih kembali, utusan dari Cina datang setiap tahun mulai tahun 1325 sampai dengan 1328. Utusan yang datang pada tahun 1325 dipimpin oleh Seng-chia-liyeh, mungkin dapat diidentifikasikan sebagai Seng-ch'ia-lieh-yu-lan. Raja Jawa pada waktu itu disebutkan dengan nama Cha-ya-na-ko-nai, yang merupakan transliterasi Cina dari Jayanagara.
Dalam tahun 1321 Odorico di Pordenone mengunjungi Jawa, ia menceritakan bahwa raja Jawa mempunyai tujuh orang raja takluk, istananya penuh dengan perhiasan emas, perak dan permata. Khan yang agung dari Cathay sering bermusuhan dengan raja Jawa, tetapi selalu dapat dikalahkan oleh raja Jawa. Pulau Jawa amat padat penduduknya dan menghasilkan rempah-rempah.
Dari masa pemerintahan raja Jayanagara hanya dikenal tiga buah prasasti yang dikeluarkan olehnya, yaitu prasasti Tuhanaru, prasasti Balambangan dan prasasti Balitar I. Prasasti Tuhanaru yang berangka tahun 1245 Saka (13 Desember 1323) berisi penetapan kembali desa Tuhanaru dan Kusambyan sebagai daerah swatantra atas permohonan Dyah Makaradhwaja. Permohonan itu dikabulkan oleh raja karena Dyah Makaradhwaja telah menunjukkan kesetiaan dan kebaktiannya kepada raja, mempertaruhkan jiwanya demi teguhnya kedudukan raja di atas singhasana memerintah seluruh mandala pulau Jawa. Karena kesetiaannya itu Dyah Makaradhwaja dianggap sebagai anak oleh raja.
Prasasti Balambangan yang hanya tinggal satu lempeng, memperingati penetapan daerah Balambangan sebagai daerah pendidikan, karena para rama daerah Balambangan telah menunjukkan kebaktiannya kepada raja dan membantu tegaknya kedudukan raja di atas singgasana, menghancurkan kejahatan di dunia, dan menghapuskan jaman kaliyuga. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan selesainya penumpasan pemberontakan Nambi.
Prasasti Balitar I dipahatkan pada sebuah batu, dan ditemukan di daerah Blitar, prasasti ini sudah sangat usang sehingga sulit dibaca, angka tahunnya ialah 1246 Saka (5 Agustus 1324) dan menyebutkan gelar abhiseka Jayanagara sebagai Sri Sundarapandyadewa nama maharajabhiseka Sri Wisnuwangsa ....
Pada tahun 1328 raja Jayanagara meninggal karena dibunuh oleh Tanca, seorang dharmaputera yang bertindak sebagai tabib, peristiwa pembunuhan ini dalam kitab Pararaton disebut dengan patanca. Tanca seketika itu juga dibunuh oleh Gajah Mada.
Raja Jayanagara dicandikan di dalam Pura, di Sila Petak dan Bubat, ketiganya dengan arca Wisnu, dan di Sukhalila dengan Amoghasiddhi.
0 komentar:
Posting Komentar
Jika anda tertarik dengan artikel ini, mohon tinggalkan komentar anda, jangan lakukan spam ....